Soal:
1.
Menyusun esai
mengapa Thailand tidak pernah dijajah?
2.
Karakteristik
bentuk penjajahan negara barat di Asia Tenggara?
Jawab:
1.
Judul: Mengapa
Thailand Tidak Pernah Berada di Bawah Kekuasaan Kolonial?
Kawasan Thailand sudah
dihinuni manusia sejak zaman paleolitikum. Seperti negara lain di Asia Tenggara, Thailand
menerima pengaruh kuat dari budaya dan agama di India yang masuk ke Thailand
sejak zaman Kerajaan Funan pada abad pertama Masehi. Sejarah
mencatat, setelah kejatuhan Kerajaan Khmer/Myanmar
pada abad ke-13 M,
berbagai negara tumbuh di sana, diantaranya Tai, Mon, dan Melayu. Namun negara pertama yang dianggap sebagai cikal bakal Thailand
adalah Sukhothai, sebuah Negara Buddha yang berdiri pada 1238 M. Namun,
satu abad kemudian, kekuasaan Sukhothai meredup dan muncul Kerajaan Ayutthaya
sebagai negara terkuat di kawasan itu. Kekuasaan
Kerajaan Ayutthaya berpusat di Menam. Pada 1431, Khmer meninggalkan
Angkor setelah kekuatan Ayutthaya menyerang kota itu. Ayutthaya menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia
dengan menjalin kerja sama niaga dengan Cina, India, Persia, dan Arab. Para
pedagang Eropa tiba di kawasan itu pada abad ke-16 M. Dimulai dengan Portugis,
diikuti Prancis, Belanda, dan Inggris. Setelah
kejatuhan Ayutthaya pada 1767 di tangan Burma, Raja Taksin yang Agung
memindahkan Ibukota Thailand ke Thonburi selama 15 tahun. Era Rattanakosin pun
dimulai pada 1782, mengikuti mantapnya Bangkok sebagai ibu kota Dinasti Chakri
di bawah kekuasaan Raja Rama I yang Agung. Seperempat
sampai sepertiga penduduk di wilayah Thailand adalah budak pada masa itu.
Nama Thailand diberikan Inggris pada tahun 1939.
Thailand menurut bahasa aslinya adalah Muang Thai dan pernah
dinamakan Siam. Ibukotanya
terletak di Bangkok.. Salah satu hal
yang unik dari Thailand yaitu sampai dengan zaman modern negara ini tidak
pernah di bawah
dominasi kekuasaan bangsa-bangsa barat. Negeri ini
cenderung menjauhkan diri dari dunia luar yang membawa
banyak perubahan dari sisa peradaban Asia. Dalam
perjuangan antara Perancis, Inggris, dan Belanda untuk menguasai Indocina,
Myanmar, dan Kepulauan Indonesia, Thailand bertindak sebagai penyangga antara
kepentingan-kepentingan yang berkonflik, terutama antara Inggris dan Perancis. Meskipun
wilayahnya selalu dipotong oleh Inggris di Myanmar dan Malaya, dan oleh
Perancis di Kampuchea dan Laos. Hal menarik lainnya dari
negeri ini adalah modernisasi yang terjadi.
Era modernisasi di
Thailand dimulai pada masa pemerintahan Phra Bat Somdet Phra Mongkut Phra
Chomporamenthramaha Klao Chao Yu atau Raja Mongkut yang bergelar Rama IV yang lahir
pada 18 Oktober 1804, merupakan anak keempat Raja dari Siam (Thailand) di bawah
Dinasti Chakri. Pada 1824 Mongkut menjadi Buddha Bhikkhu di
usia 20 tahun sesuai dengan tradisi Siam. Pada tahun yang sama ayahnya
meninggal dunia. Masa permulaannya sebagai bhikkhu. Ia terkenal
karena pengetahuannya tentang buku-buku suci Pali. Menurut tradisi Mongkut akan
dinobatkan menjadi raja berikutnya bukan kaum bangsawan yang bertahtakan
pangeran yang berpengaruh Jessadabodindra (anak selir). Mongkut lebih
memilih mempertahankan status monastik untuk menghindari intrik-intrik politik
karena memahami bahwa tahta tersebut bisa diperbaiki.
Mongkut juga
dikenal karena penunjukan saudaranya, Pangeran Chutamani sebagai wakil raja yang dinobatkan pada
tahun 1851 sebagai Raja Pinklao. Raja Mongkut
memerintah mulai tanggal 1 April 1851-1
Oktober 1868, dengan pemahkotaan tanggal 2 April 1851 (17 tahun, 183
hari). Raja Mongkut memperluas
ruang lingkup
pelajarannya dengan mempelajari bahasa dan huruf latin, matematika dan
astronomi dari sarjana missionaries Perancis Bishop Pallegoix serta bahasa
Inggris dari missionaries Amerika, Caswell, Bradley dan House. Ia tertarik pada
bahasa Inggris yang menjadi bahasa keduanya. Sebagai seorang raja ia
menandatangani surat-surat kenegaraan dengan huruf latin dan kelancarannya
dengan gaya tanpa tata bahasa membuat surat-suratnya enak dibaca. Sebagai
Bhikkhu kunjungannya ke tempat suci dan khotbahnya membuat ia berhubungan
dengan segala jenis dan keadaan rakyat sedangkan sebagai pembaca buku yang
sangat rajin dan brerguru pada orang Eropa ia mendapat informasi tentang negeri-negeri
asing dan hubungan internasional yang ternyata sangat berharga untuknya dan
negerinya. Sehingga tidak terlalu berlebihan untuk menyatakan bahwa Muangthai
dibawah Mongkut lebih berjaya dari yang lainnya, kenyataannya Negara itu
mencapai kemerdekaannya di akhir abad ke-19 saat kekuasaan Eropa mendominasi di
Asia Tenggara. Hal ini karena
Mongkut sadar betul bahwa jika Cina gagal mempertahankan isolasinya terhadap
tekanan Eropa, Muangthai tentu harus berhubungan dengan kekuatan luar yang
mengancam dan mulai mempersiapkan tempat untuk dunia baru dimana tradisionalisme
Asia yang muncul sudah usang dan tidak
efisien dengan perkembangan zaman.
Pada awal 1820-an dua revolusi berlangsung,
pertama Mongkut berjuang untuk merrangkul masyarakat menuju kehidupan modern.
Ia mencari reformasi dalam Buddhisme, dengan terciptanya sebuah
sekte baru
sebagai hasilnya dalam Buddhisme Theravada Siam “Barat”. Pada 1852 masuknya
misionaris Inggris dan Amerika ke Siam karena Mongkut mempekerjakan mereka
untuk mengajarkan bahasa Inggris kepada para pangeran. Ia juga
mempekerjakan tentara bayaran barat untuk melatih pasukan Siam dalam gaya
barat. Untuk
Buddhisme, Mongkut mempelopori rehabilitasi berbagai kuil, mengadakan festival
di bulan purnama bulan ke tiga untuk mengumumkan prinsip-prinsip utama Buddha.
Pada 1854, John Bowring atas nama Ratu Victoria
dari Inggris, datang ke Siam untuk menegosiasikan perjanjian Bowring. Untuk
pertama kalinya Siam harus berurusan serius dengan hukum internasional. Prinsip
utama dari perjanjian ini adalah untuk menghapuskan penyimpanan kerajaan yang
sejak zaman Ayutthaya diadakan monopoli perdagangan luar negeri. Dengan
mengumpulkan pajak besar pada perdagangan asing. Produk-produk barat harus
melalui serangkaian hambatan pajak untuk menjangkau Siam. Bangsa Eropa
telah berusaha membatalkan monopoli ini untuk waktu yang lama. Namun, tidak ada
tindakan serius yang telah diambil. Penghapusan
hambatan perdagangan Siam diganti dengan perdagangan bebas. Impor perpajakan
berkurang menjadi 3% dan hanya dapat dikumpulkan sekali. Perjanjian
Bowring juga berdampak hukum, karena metode Bala Nakom penyiksaan dalam
proses peradilan,
Setelah berhasilnya perjanjian Bowring dengan
bangsa Inggris, ternyata menarik perhatian kekuasaan-kekuasaan lain dengan sangat
cepat dan selama beberapa tahun berikutnya perjanjian-perjanjian yang sama
terjalin dengan negara-negara
yang berbeda. Seperti Prancis dan Amerika Serikat pada tahun 1856, Denmark dan
kota-kota Hanse tahun 1858, Portugis tahun 1859, Holland tahun 1860, dan
Prussia tahun 1862. Dalam tahun 1868, Sir John Bowring sendiri ditugaskan
membuat perjanjian-perjanjian atas nama Muangthai dengan Belgia, Italia,
Norwegia dan Swedia. Singapura dan Hongkong mulai melaksanakan perdagangan yang
menguntungkan dengan pelabuhan-pelabuhan Muangthai. British Bombay Burmah
Corporation mendapatkan bagian yang lebih besar dari industri kayu jati di
hutan-hutan utara Muangthai. Perusahaan-perusahaan
Inggris
melakukan hampir semua bisnis luar negerinya di Bangkok dan segera akan memiliki
jauh lebih besar modal investasi di negeri itu.
Dengan banyaknya
serangkaian perjanjian tersebut mengantarkan Siam kepada modernsasi karena
lebih sering dan lebih banyak interaksi dan berhubungan dengan bangsa barat. Sebagai raja
Siam, Mongkut mendesak kerabat kerajaan untuk memulai “pendidikan gaya Eropa”.
Para misionaris sebagai guru mengajarkan geografis dan astronomi
modern, antara mata pelajaran lain. Karena
perhatiannya yang dalam pada ilmu pengetahuan menyebabkan kematiannya
tahun1868. Gerhana matahari total akan terjadi tanggal 18 Agustus tahun itu,
karena akan terlihat dari semenanjung Muangthai. Sebuah ekspedisi
ilmiah Prancis memilih Sam Roi Yot, di Teluk Siam 140 mil di Selatan Bangkok,
sebagai tempat untuk mempelajarinya. Mongkut berusaha untuk mensukseskan
ekspedisi itu dengan
membersihkan hutan dan mendirikan rumah-rumah untuknya dan tamunya. Sir Harry
Ord, Gubernur Straits Settlements dan istrinya hadir dalam undangan istimewa
dari raja. Yang juga mengundang semua orang Eropa yang ada di Bangkok untuk
menyaksikan gerhana itu. Raja berpikir ini adalah kesempatan yang istimewa
untuk menunjukkan pada rakyatnya betapa pentingnya ilmu pengetahuan itu.
Akhirnya acara dapat berjalan
lancar dan baik, gerhana terlihat secara sempurna dan raja begitu bahagia.
Namun raja jatuh sakit demam berdarah saat sampai ke istana karena hutan yang
telah dibersihkan tadi tempat bersarangnya nyamuk malaria.
Setelah Raja Mongkut
mangkat dari takhta kerajaan, putranya yang bernama Phrabat Somdet Phra Poramin
Maha Chulalongkorn, Phra Chulachomklao Chaoyuhua atau Rama V yang sekarang
dikenal dengan nama Rama Agung (20 September 1853-23 Oktober 1910) menggantikan
kedudukan ayahnya. Kerajaan Thailand mulai terbuka saat Raja Rama
V memimpin. Sampai saat ini
beliau dikenal sebagai raja terbaik dan patungnya sangat perkasa sampat hari ini
masih berdiri di Bangkok. Raja Rama V
menyuruh seluruh rakyat Thailand untuk mengganti sepatu tradisional Thailand
dengan sepatu Eropa yang modern, lalu busana tradisional menjadi lebih modern
dengan gaya Eropa. Hal ini dibuat Raja
Rama V ketika bangsa Eropa mulai berdatangan untuk berdagang sehingga
kelihatannya rakyat Thailand menjadi bukan rakyat terbelakang dengan busana
jadul tapi menjadi terlihat rakyat Thailand terlihat setara dengan bangsa Eropa,
sehingga bangsa Eropa berpikir Thailand seperti teman bukan lahan jajahan. Raja Rama
V juga menjadikan tentara Eropa seperti
anak buah yang dianggap
seperti bawahan pribumi. Jadi tentara Portugis dan
Belanda atau yang lain malah dibayar untuk menjaga Thailand dari kerajaan sekitar
seperti Burma atau Cina. Jadi raja mereka sudah berani
memposisikan Thailand berada di atas bangsa Eropa
dengan berani membayar tentara Eropa. Lalu Thailand juga membayar
arsitek-arsitek Eropa untuk membangun berbagai gedung dan benteng di Thailand. Hal ini menyebabkan bangsa Eropa kesulitan ketika akan mengadakan
penyerangan terhadap Thailand karena bentuk dan kualitas benteng di Thailand
sama kuatnya seperti benteng dan bangunan di Eropa.
Meski mendapat tekanan
terus dari bangsa Eropa, Thailand adalah satu-satunya bangsa di Asia Tenggara
yang tidak pernah secara resmi dijajah oleh kekuatan kolonial. Ada dua alasan
mengapa Thailand tetap merdeka. Pertama, Thailand memiliki sistem suksesi yang
mantap pada abad ke-19 M. Kedua,
Thailand mampu mengeksploitasi persaingan dan ketegangan antara Indocina
Prancis dan Kerajaan Inggris. Hasilnya, Thailand menjadi Negara buffer antara
berbagai negara di Asia Tenggara yang dijajah dua kekuatan, Inggris dan
Prancis. Meski begitu,
akibat berbagai kesepakatan menjelang akhir abad ke-19 M, lama-kelamaan wilayah
kekuasaan Thailand digerogoti juga. Sisi timur Mekong jatuh ke tangan Prancis,
sedangkan Shan (sekarang Burma) dan Semenanjung Malaya jatuh ke tangan Inggris. Pernyataan tentang tetap merdekanya Thailand dapat juga dihubungkan dengan upaya yang dilakukan oleh penguasa Dinasti
Chakri, terutama Rama IV dan Rama V untuk "memodernisasi" dunia
politik Siam, dan juga untuk budaya relatif dan homogenitas etnis bangsa Thai. Rama IV (Raja Mongkut) membuka Siam untuk perdagangan Eropa dan
memulai proses modernisasi. Putranya, Rama V (Raja Chulalongkorn), melakukan
konsolidasi kendali negara terhadap negara bawahan Thailand dan menciptakan monarki
absolut dan sebuah negara yang tersentralisasi. Namun, keberhasilan raja Chakri
juga menabur bibit untuk revolusi 1932 dan akhir dari monarki absolut. Mandat
"modernisasi" dari atas telah menciptakan sebuah golongan orang Thai
berpendidikan Barat pada awal abad ke-20 di kalangan
orang biasa dan kelas bangsawan rendah. Hal ini dipengaruhi oleh cita-cita
revolusi Prancis dan Rusia dan mengangkat jajaran menengah dan bawah dari
birokrasi Siam yang baru lahir. Elite baru ini
akhirnya membentuk Partai Rakyat yang menyediakan inti dari revolusi 1932.
2.
Karakteristik Bentuk Penjajahan
Bangsa Barat di Kawasan Asia Tenggara
Pada
tahun 1453 M Konstatinopel jatuh ke tangan Turki yang beragama Islam
termasuk Mediateranian yang merupakan daerah jalur perdangan rempah-rempah bagi
bangsa Eropa dengan Asia. Hal ini membuat bangsa Islam memonopoli pusat-pusat
perdagangan di Timur Tengah terutama perdagangan rempah-rempah antara Eropa
dengan Asia dan mereka menjual rempah-rempah dengan harga yang tinggi. Keadaan
ini membuat bangsa-bangsa Eropa berusaha datang sendiri ke timur untuk mendapatkan
rempah-rempah dari negeri asalnya. Keinginan ini
disertai pula dengan harapan untuk mengembangkan agama Kristen sekaligus
menghancurkan kekuasaan Islam di Asia Tenggara.
Bangsa Portugis
Di akhir abad
ke-15 M bangsa Portugis berani berpetualang menyebrangi samudra untuk
menemukan jalur perhubungan yang baru dengan Asia. Pada
1511 M dibawah pimpinan Don Alfonso De Albuquerque berhasil menaklukkan Malaka
yang merupakan Bandar perdagangan di Asia Tenggara. Pada tahun 1587 M Sultan Aceh Alauddin
Riaayat mengadakan perdamaian terhadap Portugis karena adanya pemberontakan
dari wilayah taklukkannya terhadapa Aceh, sehingga pemberontakan itu mampu
diredakan dengan bantuan Portugis, hal ini membuat wilayah kekuasaan Portugis
meluas ke Aceh dan mendapatkan keuntungan yang besar.
Tahun 1512 M Portugis sampai ke Maluku dan
pada tahun 1513 M Portugis kembali datang ke Maluku dan mereka berusaha untuk
menjalin hubungan kerja sama terutama dalam bidang perdagangan rempah-rempah
dan mereka diperbolehkan mendirikan sebuah benteng di sana. Hubungan ini
berjalan baik sebelum datang bangsa Spanyol pada tahun 1521 M sehingga muncul
persaingan antara Portugis dengan Spanyol. Tahun
1524 M bangsa Spanyol kembali datang ke Maluku dan diterima baik oleh masyarakat
Tidore dan persaingan pun kembali terjadi dengan masyarakat Ternate yang
bersekutu dengan Portugis. Pertikaian antara Ternate-Portugis dengan
Tidore-Spanyol di akhiri dengan kemenangan Ternate-Portugis, namun Ternate
dirugikan oleh Portugis yakni dengan memonopoli rempah-rempah, sehingga
Masyarakat Ternate yang dibantu oleh seluruh masyarakat Maluku, Papua/Irian
Jaya dan Jawa berusaha untuk mengusir Portugis dan pada tahun 1574 M dibawah
pimpinan Sultan Baabullah berhasil merebut benteng Portugis dan mengusir
Portugis dari wilayah Ternate. Dengan didudukinya Malaka dan Maluku Portugis meninggalkan budayanya disana seperti
alat musik beraliran keroncong (biola, ukulele/kentrung dan Cello) bangunan
gedung, benteng pertahanan, penyebaran agama Nasrani
dan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat setempat terutama di Maluku.
Bangsa Spanyol
Spanyol pertama kali sampai di Filipina tahun
1500 M dibawah pimpinan Magelhaen dalam ekspedisi mencarai rempah-rempah di
Asia melalui jalan barat. Ekspansi pertama Spanyol ke Filipina berhasil dengan
baik. Dan pada tahun 1565 M dibawah pimpinan Miguel Lopez de Lagazpi Spanyol
kembali mendarat di Filipina dan pada 15 Mei 1571 Manila dapat jatuh ke tangan
Spanyol dan semenjak itu Manila menjadi basis bagi penjajahan Spanyol di
Filipina. Kedatangan bangsa Spanyol ke Filipina mengikuti pola tradisional
Imperialisme Eropa Barat yakni Gold, Gospel dan Glory. Bagi Spanyol kaum gereja
sangat perperan dalam penjelajahan yang berguna untuk mengkhatolikkan
masyarakat jajahannya. Pada awalnya terdapatnya hubungan yang baik antara golongan agama
dengan masyarakat. Tapi setelah kekuasaan Spanyol bertambah kuat, mereka tidak
hanya mementingkan akhirat tapi juga dunia. Timbullah
gejala yang tidak baik seperti pengambilan tanah penduduk, petani dijadikan
pekerja dan memperlakukan penduduk semaunya. Hal ini menimbulkan kebencian dan
dendam pada masyarakat Filipina terhadap Spanyol.
Bangsa Belanda
Sebelum Belanda datang ke Asia
dibawah pimpinan Cornelis De Houtman (1596 M) bangsa
Belanda merupakan pedagang-pedangang yang mengambil rempah-rempah Indonesia di
Lissabon (Portugal) dan menyebarkan ke seluruh Eropa. Tahun
1594 M Belanda dilarang mengambil rempah-rempah lagi di Lisabbon, karena
Portugal menjadi daerah kekuasaan Spanyol dan Belanda merupakan musuh Spanyol.
Karena itulah Belanda ingin mengambil sendiri rempah-rempah di Indonesia. Saat
Belanda muncul di Malaka diterima baik oleh raja-raja Malaka, johor , Aceh dan
Banten untuk melawan Portugis. Apalagi Belanda bersikap lunak erhadap Islam.
Bersama Aceh dan Johor Belanda berhasil melumpuhkan kekuatan Portugis
di Tanah Melayu, Sumatera dan Selat Malaka yang
akhirnya 14 Januari 1641 Portugis menyerah di Malaka. Belanda awalnya lunak terhadap penduduk
Melayu, akhirnya menjadi penguasa keras yang galak. Hal ini karena Belanda ingin memonopoli perdagangan di Malaka dan
Malaysia Barat, namun Belanda tidak mencampuradukkan kegiatan perdagangan
dengan kegiatan pengkristenisasi penduduk setempat.
Bangsa Prancis
Prancis di Kampuchea (Kamboja)
Disaat Kamboja mendapatkan tekanan-tekanan
dari kerajaan Siam sebelah barat dan kerajaan Annam di timur, maka Raja Kamboja
Norodom minta bantuan pada Prancis. Akibatnya
dengan kemenangan Kamboja dibantu oleh Prancis menjadikan Kamboja sebagai daerah
Protektorat Prancis tahun 1863. Tahun 1884 Norondom dipaksa menandatangani
perjanjian penyerahan kekuasaan kepada Prancis dan pemerintahan dalam negeri
seluruhya berada di tangan Prancis dan Kamboja pun menjadi daerah koloni
Prancis dan Kamboja ditelantarkan oleh Prancis karena ada Daerah lain yang
subur dan kaya yakni Viaetnam. Tidak ada pembangunan industri dan pertanian
dibiarkan seperti semula.
Prancis di Vietnam
Masa pemerintahan Ngu Yen Anh terjadinya hubungan yang baik
terhadap Prancis dibidang perdangan dan penyebaran agama Katolik, bahkan Prancis
mendapatkan hak istimewa dalam perdagangan. Tapi Prancis kecewa dengan pengganti
Gia Long yang tidak toleran dan membenci Prancis. Dan pada masa Kaisar Minh
Mang penggati Gia Long (1829-1841) pengaruh barat
mulai dikurangi, hubungan dagang antara Vietnam dan Prancis putus, Konsul
Prancis dikeluarkan dari Hue dan misionaris Katolik
dikejar-kejar. Dan Masa Tu duc (1848-1883) Misionaris Katolik bukan saja
dikejar tapi juga dibunuh dengan alasan melindungi warga negaranya. Hal ini
membuat terjadinya peperangan antara Prancis dengan Vietnam (1858-1883) dengan
kekalahan Vietnam dan Vietnam terpaksa menadatangani perjanjian Saigon (1862)
dan perjanjian Hue (1883) yang mengakui Vietnam dibawah kekuasaan Prancis.
Dengan meninggalnya Tu Duc (1883), maka tahun 1887 Vietnam menjadi milik
Prancis. Dalam
menguasai Vietnam Prancis melaksanakan “politik asimilasi” dengan menghilangkan
kebudayaan Vietnam dan orang Vietnam harus menjadi orang Prancis. Salah satu
cara yang digunakannya adalah dengan memberi pendidikan dari Sekolah dasar
sampai perguruan tinggi (1907 berdirilah Universitas Hanoi oleh Paul Beau)
sehingga muncullah kaum terpelajar. Bidang ekonomi Prancis mengeksplotisir
kekayaan alam Vietnam untuk kepentingan Prancis, memonopoli perdagangan dan
pajak yang tinggi. Hal ini menimbulkan kebencian orang Vietnam terhadap
Prancis.
Prancis di Laos
Pada tahun 1893 sewaktu Prancis mecari tanah jajahan baru di
Indochina, mendepak orang Siam dari Laos dan menjadi Laos daerah
Protektorat Prancis. Keluarga penguasa Luang Prabang dijadikan Kerajaan dan Prancis
memerintah secara tidak langsung melalui Raja Luang Prabag.
Bangsa Inggris
Inggris di Malaysia
Inggris datang Ke Malaysia dimulai dengan
penyewaan Pulau Pinang tahun 1786 pada Sultan Abdullah (Raja
Keadah). Disaat terjadinya Revolusi Prancis dan Perang Napoleon di Eropa
terjadi perubahan, dimana tentara Napoleon menduduki Belanda dan seluruh
jajahan Belanda di Asia Tenggara menjadi milik Prancis. Pada
28 Januari, Raffles dan Farqurah mendarat di Singapura dan mendapatkan pulau
ini tahun 1819 melalui perjajian dengan Sultan Johor, tapi
Belanda tidak menyetujuai pendudukan Singapura oleh Inggris, akhirnya persoalan
ini diselesaikan dalam Treaty of London (17 Maret 1824), dimana Belanda
menyerahkan Malaka dan Singapura pada Inggris, sedangkan Bengkulu
yang dikuasai oleh Inggris di berikan pada Belanda. Singapura yang mulai
berkembang muncul sebagai pelabuhan yang ramai dan menjadi urat nadi
perdagangan di Asia. Tahun 1826 Pulau Pinang, Malaka dan Singapura disatukan Inggris dalam satu
wilayah kekuasaannya yang disebut Straits Settlements (Wilayah pemukiman selat
Malaka) yang berpusat di pulau Pinang, kemudian dipindahkan ke Singapura tahun
1832. Wilayah kekuasaan Ingris ini menjalankan pemerintah secara langsung dan daerah
ini merupakan basis Inggris untuk meluaskan
daerah kekuasaannya ke pedalaman. Inggris
berusaha memperluas daerah kekuasaannya menanamkan pengaruhnya di Malaya secara
perlahan dan bertahap agar tidak timbul perlawanan Sultan-sultan Malaya, dimana
Sultan akan menerima Residen Inggris sebagai Penasehat dalam pemerintah dan
semua urusan administrasi dan keuangan harus dijalankan menurut nasehat Residen
selain urusan dapat dan agama. Perjanjian pangkor menujukkan perubahan politik
secara langsung atau tidak langsung mengurangi kekuasaan Sultan sebagai kepala
Negara dan Inggris telah mengambil ahli kewajiban-kewajiban politik dari Sultan
dan Bangsawan Melayu, dimana urusan adapt dan agama di serahkan
seluruhnya pada Sultan.
Inggris di Singapura
Pada tahun 1832 Singapura yang
menjadi Pusat Straits Settlements dan setelah PD II dibubarkan, setelah Inggris
kembali ke Malaya. Dan didirikannya Malaya Union (1946), singapura dikeluarkan
dari Semenanjung Tanah Melayu sehingga menjadi koloni sendiri di bawah
Gubernur.
Inggris di Brunei Darusslam
Tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan Inggris untuk
memajukan hubungan dagang dan kerjasama dalam menumpas bajak laut. Hal ini
merupakan langkah awal Inggris menguasai Brunei. Tahun 1888 Brunei menjadi
daerah Protektorat (Perlindungan) Inggris dan tahun 1906 di tempatkan residen
disana. Perekenomian di Brunei ini menghasilakan keuntungan yang besar bagi
Inggris terutama hasil dari minyak di Brunei. Setelah PD II
Inggris kembali ke Brunei dan Inggris pun memberikan otonomi yang luas pada
Brunei dimana semua urusan dalam negeri dikuasai oleh Sultan dan luar negeri
Inggris yang bertanggung jawab. Pos residen dihapuskan dan seorang komisaris tinggi
diangkat yang bertanggung jawab mengenai hubungan antara Inggris dan Brunei.
Inggris di Myanmar
Pada masa imperium Inggris di India mengalami perkembangan, waktu
itulah pasukan Birma menyerang kedudukan dan daerah-daerah kekuasaan Inggris di
derah sebelah barat Assam. Hal ini menimbulkan peperangan antara Inggris dengan
Birma dan Birma pun dikalahkan oleh Inggris tahun 1885 dan menduduki Mandalay
ibukota Kerajaan Birma setelah Birma dikuasai
maka Inggris menggabungkan Myanmar dengan India, sehingga pemerintahan di Myanmar
disamakan dengan India apapun perubahan yang terjadi di India di ikuti
dengan perubahan yang sama di Birma. Tahun 1930 sistem pemerintahan ”dyarchy”
yaitu pemerintahan yang dilaksanakan secara bersama oleh dua penguasa
diperkenalkan di Birma, sehingga Myanmar akan berstatus sebagai provinsi
dibawah Gubernur yang dibantu oleh dewan eksekutif, hal ini merupakan langkah
awal menuju pemerintahan sendiri. Tahun
1928 Komisi Simon meninjau perubahan ini dan memilih pemesihan Myanmar
dari India. Pemisahan ini menghasilkan undang-undang pemrintahan Myanmar tahun
1935 dan Birma langsung diperintah oleh raja Inggris melalui kemetrian Myanmar
di London. Perubahan konstitusi jua dilakukan Gubernur hanya bertanggung jawab
dengan urusan luar negeri, pertahanan, politik dan moneter sedangkan
masalah-masalah lain harus minta nasehat pada para mentri yang bertanggung
jawab pada dsewan legislatif.