Halaman

Senin, 23 September 2019

Tugas Ujian Akhir Semester Sejarah Kawasan Asia Tenggara: menyusun esai mengapa Thailand tidak pernah dijajah dan bagaimana karakteristik bentuk penjajahan negara barat di Asia Tenggara


Soal:
1.      Menyusun esai mengapa Thailand tidak pernah dijajah?
2.      Karakteristik bentuk penjajahan negara barat di Asia Tenggara?

Jawab:
1.      Judul: Mengapa Thailand Tidak Pernah Berada di Bawah Kekuasaan Kolonial?

Kawasan Thailand sudah dihinuni manusia sejak zaman paleolitikum. Seperti negara lain di Asia Tenggara, Thailand menerima pengaruh kuat dari budaya dan agama di India yang masuk ke Thailand sejak zaman Kerajaan Funan pada abad pertama Masehi. Sejarah mencatat, setelah kejatuhan Kerajaan Khmer/Myanmar pada abad ke-13 M, berbagai negara tumbuh di sana, diantaranya Tai, Mon, dan Melayu. Namun negara pertama yang dianggap sebagai cikal bakal Thailand adalah Sukhothai, sebuah Negara Buddha yang berdiri pada 1238 M. Namun, satu abad kemudian, kekuasaan Sukhothai meredup dan muncul Kerajaan Ayutthaya sebagai negara terkuat di kawasan itu. Kekuasaan Kerajaan Ayutthaya berpusat di Menam. Pada 1431, Khmer meninggalkan Angkor setelah kekuatan Ayutthaya menyerang kota itu. Ayutthaya menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia dengan menjalin kerja sama niaga dengan Cina, India, Persia, dan Arab. Para pedagang Eropa tiba di kawasan itu pada abad ke-16 M. Dimulai dengan Portugis, diikuti Prancis, Belanda, dan Inggris. Setelah kejatuhan Ayutthaya pada 1767 di tangan Burma, Raja Taksin yang Agung memindahkan Ibukota Thailand ke Thonburi selama 15 tahun. Era Rattanakosin pun dimulai pada 1782, mengikuti mantapnya Bangkok sebagai ibu kota Dinasti Chakri di bawah kekuasaan Raja Rama I yang Agung. Seperempat sampai sepertiga penduduk di wilayah Thailand adalah budak pada masa itu.

Nama Thailand diberikan Inggris pada tahun 1939. Thailand menurut bahasa aslinya adalah Muang Thai dan pernah dinamakan Siam. Ibukotanya terletak di Bangkok.. Salah satu hal yang unik dari Thailand yaitu sampai dengan zaman modern negara ini tidak pernah di bawah dominasi kekuasaan bangsa-bangsa barat. Negeri ini cenderung menjauhkan diri dari dunia luar yang membawa banyak perubahan dari sisa peradaban Asia. Dalam perjuangan antara Perancis, Inggris, dan Belanda untuk menguasai Indocina, Myanmar, dan Kepulauan Indonesia, Thailand bertindak sebagai penyangga antara kepentingan-kepentingan yang berkonflik, terutama antara Inggris dan Perancis. Meskipun wilayahnya selalu dipotong oleh Inggris di Myanmar dan Malaya, dan oleh Perancis di Kampuchea dan Laos. Hal menarik lainnya dari negeri ini adalah modernisasi yang terjadi.

Era modernisasi di Thailand dimulai pada masa pemerintahan Phra Bat Somdet Phra Mongkut Phra Chomporamenthramaha Klao Chao Yu atau Raja Mongkut yang bergelar Rama IV yang lahir pada 18 Oktober 1804, merupakan anak keempat Raja dari Siam (Thailand) di bawah Dinasti Chakri. Pada 1824 Mongkut menjadi Buddha Bhikkhu di usia 20 tahun sesuai dengan tradisi Siam. Pada tahun yang sama ayahnya meninggal dunia. Masa permulaannya sebagai bhikkhu. Ia terkenal karena pengetahuannya tentang buku-buku suci Pali. Menurut tradisi Mongkut akan dinobatkan menjadi raja berikutnya bukan kaum bangsawan yang bertahtakan pangeran yang berpengaruh Jessadabodindra (anak selir). Mongkut lebih memilih mempertahankan status monastik untuk menghindari intrik-intrik politik karena memahami bahwa tahta tersebut bisa diperbaiki. Mongkut juga dikenal karena penunjukan saudaranya, Pangeran Chutamani sebagai wakil raja yang dinobatkan  pada tahun 1851 sebagai Raja Pinklao. Raja Mongkut memerintah mulai tanggal 1 April 1851-1 Oktober 1868, dengan pemahkotaan tanggal 2 April  1851 (17 tahun, 183 hari). Raja Mongkut memperluas ruang lingkup pelajarannya dengan mempelajari bahasa dan huruf latin, matematika dan astronomi dari sarjana missionaries Perancis Bishop Pallegoix serta bahasa Inggris dari missionaries Amerika, Caswell, Bradley dan House. Ia tertarik pada bahasa Inggris yang menjadi bahasa keduanya. Sebagai seorang raja ia menandatangani surat-surat kenegaraan dengan huruf latin dan kelancarannya dengan gaya tanpa tata bahasa membuat surat-suratnya enak dibaca. Sebagai Bhikkhu kunjungannya ke tempat suci dan khotbahnya membuat ia berhubungan dengan segala jenis dan keadaan rakyat sedangkan sebagai pembaca buku yang sangat rajin dan brerguru pada orang Eropa ia mendapat informasi tentang negeri-negeri asing dan hubungan internasional yang ternyata sangat berharga untuknya dan negerinya. Sehingga tidak terlalu berlebihan untuk menyatakan bahwa Muangthai dibawah Mongkut lebih berjaya dari yang lainnya, kenyataannya Negara itu mencapai kemerdekaannya di akhir abad ke-19 saat kekuasaan Eropa mendominasi di Asia Tenggara. Hal ini karena Mongkut sadar betul bahwa jika Cina gagal mempertahankan isolasinya terhadap tekanan Eropa, Muangthai tentu harus berhubungan dengan kekuatan luar yang mengancam dan mulai mempersiapkan tempat untuk dunia baru dimana tradisionalisme Asia yang muncul sudah usang dan tidak efisien dengan perkembangan zaman.

Pada awal 1820-an dua revolusi berlangsung, pertama Mongkut berjuang untuk merrangkul masyarakat menuju kehidupan modern. Ia mencari reformasi dalam Buddhisme, dengan terciptanya sebuah sekte baru sebagai hasilnya dalam Buddhisme Theravada Siam “Barat”. Pada 1852 masuknya misionaris Inggris dan Amerika ke Siam karena Mongkut mempekerjakan mereka untuk  mengajarkan bahasa Inggris kepada para pangeran. Ia juga mempekerjakan tentara bayaran barat untuk melatih pasukan Siam dalam gaya barat. Untuk Buddhisme, Mongkut mempelopori rehabilitasi berbagai kuil, mengadakan festival di bulan purnama bulan ke tiga untuk mengumumkan prinsip-prinsip utama Buddha.

Pada 1854, John Bowring atas nama Ratu Victoria dari Inggris, datang ke Siam untuk menegosiasikan perjanjian Bowring. Untuk pertama kalinya Siam harus berurusan serius dengan hukum internasional. Prinsip utama dari perjanjian ini adalah untuk menghapuskan penyimpanan kerajaan yang sejak zaman Ayutthaya diadakan monopoli perdagangan luar negeri. Dengan mengumpulkan pajak besar pada perdagangan asing. Produk-produk barat harus melalui serangkaian hambatan pajak untuk menjangkau Siam. Bangsa Eropa telah berusaha membatalkan monopoli ini untuk waktu yang lama. Namun, tidak ada tindakan serius yang telah diambil. Penghapusan hambatan perdagangan Siam diganti dengan perdagangan bebas. Impor perpajakan berkurang menjadi 3% dan hanya dapat dikumpulkan sekali. Perjanjian Bowring juga berdampak hukum, karena metode Bala Nakom penyiksaan dalam proses peradilan,

Setelah berhasilnya perjanjian Bowring dengan bangsa Inggris, ternyata menarik perhatian kekuasaan-kekuasaan lain dengan sangat cepat dan selama beberapa tahun berikutnya perjanjian-perjanjian yang sama terjalin dengan negara-negara yang berbeda. Seperti Prancis dan Amerika Serikat pada tahun 1856, Denmark dan kota-kota Hanse tahun 1858, Portugis tahun 1859, Holland tahun 1860, dan Prussia tahun 1862. Dalam tahun 1868, Sir John Bowring sendiri ditugaskan membuat perjanjian-perjanjian atas nama Muangthai dengan Belgia, Italia, Norwegia dan Swedia. Singapura dan Hongkong mulai melaksanakan perdagangan yang menguntungkan dengan pelabuhan-pelabuhan Muangthai. British Bombay Burmah Corporation mendapatkan bagian yang lebih besar dari industri kayu jati di hutan-hutan utara Muangthai. Perusahaan-perusahaan Inggris melakukan hampir semua bisnis luar negerinya di Bangkok dan segera akan memiliki jauh lebih besar modal investasi di negeri itu.

Dengan banyaknya serangkaian perjanjian tersebut mengantarkan Siam kepada modernsasi karena lebih sering dan lebih banyak interaksi dan berhubungan dengan bangsa barat. Sebagai raja Siam, Mongkut mendesak kerabat kerajaan untuk memulai “pendidikan gaya Eropa”. Para misionaris sebagai guru mengajarkan geografis dan astronomi modern, antara mata pelajaran lain. Karena perhatiannya yang dalam pada ilmu pengetahuan menyebabkan kematiannya tahun1868. Gerhana matahari total akan terjadi tanggal 18 Agustus tahun itu, karena akan terlihat dari semenanjung Muangthai. Sebuah ekspedisi ilmiah Prancis memilih Sam Roi Yot, di Teluk Siam 140 mil di Selatan Bangkok, sebagai tempat untuk mempelajarinya. Mongkut berusaha untuk mensukseskan ekspedisi itu dengan membersihkan hutan dan mendirikan rumah-rumah untuknya dan tamunya. Sir Harry Ord, Gubernur Straits Settlements dan istrinya hadir dalam undangan istimewa dari raja. Yang juga mengundang semua orang Eropa yang ada di Bangkok untuk menyaksikan gerhana itu. Raja berpikir ini adalah kesempatan yang istimewa untuk menunjukkan pada rakyatnya betapa pentingnya ilmu pengetahuan itu. Akhirnya acara dapat berjalan lancar dan baik, gerhana terlihat secara sempurna dan raja begitu bahagia. Namun raja jatuh sakit demam berdarah saat sampai ke istana karena hutan yang telah dibersihkan tadi tempat bersarangnya nyamuk malaria.

Setelah Raja Mongkut mangkat dari takhta kerajaan, putranya yang bernama Phrabat Somdet Phra Poramin Maha Chulalongkorn, Phra Chulachomklao Chaoyuhua atau Rama V yang sekarang dikenal dengan nama Rama Agung (20 September 1853-23 Oktober 1910) menggantikan kedudukan ayahnya. Kerajaan Thailand mulai terbuka saat Raja Rama V memimpin. Sampai saat ini beliau dikenal sebagai raja terbaik dan patungnya sangat perkasa sampat hari ini masih berdiri di Bangkok. Raja Rama V menyuruh seluruh rakyat Thailand untuk mengganti sepatu tradisional Thailand dengan sepatu Eropa yang modern, lalu busana tradisional menjadi lebih modern dengan gaya Eropa. Hal ini dibuat Raja Rama V ketika bangsa Eropa mulai berdatangan untuk berdagang sehingga kelihatannya rakyat Thailand menjadi bukan rakyat terbelakang dengan busana jadul tapi menjadi terlihat rakyat Thailand terlihat setara dengan bangsa Eropa, sehingga bangsa Eropa berpikir Thailand seperti teman bukan lahan jajahan. Raja Rama V juga menjadikan tentara Eropa seperti anak buah yang dianggap seperti bawahan pribumi. Jadi tentara Portugis dan Belanda atau yang lain malah dibayar untuk menjaga Thailand dari kerajaan sekitar seperti Burma atau Cina. Jadi raja mereka sudah berani memposisikan Thailand berada di atas bangsa Eropa dengan berani membayar tentara Eropa. Lalu Thailand juga membayar arsitek-arsitek Eropa untuk membangun berbagai gedung dan benteng di Thailand. Hal ini menyebabkan bangsa Eropa kesulitan ketika akan mengadakan penyerangan terhadap Thailand karena bentuk dan kualitas benteng di Thailand sama kuatnya seperti benteng dan bangunan di Eropa.

Meski mendapat tekanan terus dari bangsa Eropa, Thailand adalah satu-satunya bangsa di Asia Tenggara yang tidak pernah secara resmi dijajah oleh kekuatan kolonial. Ada dua alasan mengapa Thailand tetap merdeka. Pertama, Thailand memiliki sistem suksesi yang mantap pada abad ke-19 M. Kedua, Thailand mampu mengeksploitasi persaingan dan ketegangan antara Indocina Prancis dan Kerajaan Inggris. Hasilnya, Thailand menjadi Negara buffer antara berbagai negara di Asia Tenggara yang dijajah dua kekuatan, Inggris dan Prancis. Meski begitu, akibat berbagai kesepakatan menjelang akhir abad ke-19 M, lama-kelamaan wilayah kekuasaan Thailand digerogoti juga. Sisi timur Mekong jatuh ke tangan Prancis, sedangkan Shan (sekarang Burma) dan Semenanjung Malaya jatuh ke tangan Inggris. Pernyataan tentang tetap merdekanya Thailand dapat juga dihubungkan dengan upaya yang dilakukan oleh penguasa Dinasti Chakri, terutama Rama IV dan Rama V untuk "memodernisasi" dunia politik Siam, dan juga untuk budaya relatif dan homogenitas etnis bangsa Thai. Rama IV (Raja Mongkut) membuka Siam untuk perdagangan Eropa dan memulai proses modernisasi. Putranya, Rama V (Raja Chulalongkorn), melakukan konsolidasi kendali negara terhadap negara bawahan Thailand dan menciptakan monarki absolut dan sebuah negara yang tersentralisasi. Namun, keberhasilan raja Chakri juga menabur bibit untuk revolusi 1932 dan akhir dari monarki absolut. Mandat "modernisasi" dari atas telah menciptakan sebuah golongan orang Thai berpendidikan Barat pada awal abad ke-20 di kalangan orang biasa dan kelas bangsawan rendah. Hal ini dipengaruhi oleh cita-cita revolusi Prancis dan Rusia dan mengangkat jajaran menengah dan bawah dari birokrasi Siam yang baru lahir. Elite baru ini akhirnya membentuk Partai Rakyat yang menyediakan inti dari revolusi 1932.



2.      Karakteristik Bentuk Penjajahan Bangsa Barat di Kawasan Asia Tenggara

Pada  tahun 1453 M Konstatinopel  jatuh ke tangan Turki yang beragama Islam termasuk Mediateranian yang merupakan daerah jalur perdangan rempah-rempah bagi bangsa Eropa dengan Asia. Hal ini membuat bangsa Islam memonopoli pusat-pusat perdagangan di Timur Tengah terutama perdagangan rempah-rempah antara Eropa dengan Asia dan mereka menjual rempah-rempah dengan harga yang tinggi. Keadaan ini membuat bangsa-bangsa Eropa berusaha datang sendiri ke timur untuk mendapatkan rempah-rempah dari negeri asalnya. Keinginan ini disertai pula dengan harapan untuk mengembangkan agama Kristen sekaligus menghancurkan kekuasaan Islam di Asia Tenggara.

Bangsa Portugis
Di akhir abad ke-15 M bangsa Portugis berani berpetualang menyebrangi samudra untuk menemukan jalur perhubungan yang baru dengan Asia. Pada 1511 M dibawah pimpinan Don Alfonso De Albuquerque berhasil menaklukkan Malaka yang merupakan Bandar perdagangan di Asia Tenggara. Pada tahun 1587 M Sultan Aceh Alauddin Riaayat mengadakan perdamaian terhadap Portugis karena adanya pemberontakan dari wilayah taklukkannya terhadapa Aceh, sehingga pemberontakan itu mampu diredakan dengan bantuan Portugis, hal ini membuat wilayah kekuasaan Portugis meluas ke Aceh dan mendapatkan keuntungan yang besar.
Tahun 1512 M Portugis sampai ke Maluku dan pada tahun 1513 M Portugis kembali datang ke Maluku dan mereka berusaha untuk menjalin hubungan kerja sama terutama dalam bidang perdagangan rempah-rempah dan mereka diperbolehkan mendirikan sebuah benteng di sana. Hubungan ini berjalan baik sebelum datang bangsa Spanyol pada tahun 1521 M sehingga muncul persaingan antara Portugis dengan Spanyol. Tahun 1524 M bangsa Spanyol kembali datang ke Maluku dan diterima baik oleh masyarakat Tidore dan persaingan pun kembali terjadi dengan masyarakat Ternate yang bersekutu dengan Portugis. Pertikaian antara Ternate-Portugis dengan Tidore-Spanyol di akhiri dengan kemenangan Ternate-Portugis, namun Ternate dirugikan oleh Portugis yakni dengan memonopoli rempah-rempah, sehingga Masyarakat Ternate yang dibantu oleh seluruh masyarakat Maluku, Papua/Irian Jaya dan Jawa berusaha untuk mengusir Portugis dan pada tahun 1574 M dibawah pimpinan Sultan Baabullah berhasil merebut benteng Portugis dan mengusir Portugis dari wilayah Ternate. Dengan didudukinya Malaka dan Maluku Portugis meninggalkan budayanya disana seperti alat musik beraliran keroncong (biola, ukulele/kentrung dan Cello) bangunan gedung, benteng pertahanan, penyebaran agama Nasrani dan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat setempat terutama di Maluku.

Bangsa Spanyol
Spanyol pertama kali sampai di Filipina tahun 1500 M dibawah pimpinan Magelhaen dalam ekspedisi mencarai rempah-rempah di Asia melalui jalan barat. Ekspansi pertama Spanyol ke Filipina berhasil dengan baik. Dan pada tahun 1565 M dibawah pimpinan Miguel Lopez de Lagazpi Spanyol kembali mendarat di Filipina dan pada 15 Mei 1571 Manila dapat jatuh ke tangan Spanyol dan semenjak itu Manila menjadi basis bagi penjajahan Spanyol di Filipina. Kedatangan bangsa Spanyol ke Filipina mengikuti pola tradisional Imperialisme Eropa Barat yakni Gold, Gospel dan Glory. Bagi Spanyol kaum gereja sangat perperan dalam penjelajahan yang berguna untuk mengkhatolikkan masyarakat jajahannya. Pada awalnya terdapatnya hubungan yang baik antara golongan agama dengan masyarakat. Tapi setelah kekuasaan Spanyol bertambah kuat, mereka tidak hanya mementingkan akhirat tapi juga dunia. Timbullah gejala yang tidak baik seperti pengambilan tanah penduduk, petani dijadikan pekerja dan memperlakukan penduduk semaunya. Hal ini menimbulkan kebencian dan dendam pada masyarakat Filipina terhadap Spanyol.

Bangsa Belanda
Sebelum Belanda datang ke Asia dibawah pimpinan Cornelis De Houtman (1596 M) bangsa Belanda merupakan pedagang-pedangang yang mengambil rempah-rempah Indonesia di Lissabon (Portugal) dan menyebarkan ke seluruh Eropa. Tahun 1594 M Belanda dilarang mengambil rempah-rempah lagi di Lisabbon, karena Portugal menjadi daerah kekuasaan Spanyol dan Belanda merupakan musuh Spanyol. Karena itulah Belanda ingin mengambil sendiri rempah-rempah di Indonesia. Saat Belanda muncul di Malaka diterima baik oleh raja-raja Malaka, johor , Aceh dan Banten untuk melawan Portugis. Apalagi Belanda bersikap lunak erhadap Islam. Bersama Aceh dan Johor Belanda berhasil melumpuhkan kekuatan Portugis di Tanah Melayu, Sumatera dan Selat Malaka yang akhirnya 14 Januari 1641 Portugis menyerah di Malaka. Belanda awalnya lunak terhadap penduduk Melayu, akhirnya menjadi penguasa keras yang galak. Hal ini karena Belanda ingin memonopoli perdagangan di Malaka dan Malaysia Barat, namun Belanda tidak mencampuradukkan kegiatan perdagangan dengan kegiatan pengkristenisasi penduduk setempat.

Bangsa Prancis
Prancis di Kampuchea (Kamboja)
Disaat Kamboja mendapatkan tekanan-tekanan dari kerajaan Siam sebelah barat dan kerajaan Annam di timur, maka Raja Kamboja Norodom minta bantuan pada Prancis. Akibatnya dengan kemenangan Kamboja dibantu oleh Prancis menjadikan Kamboja sebagai daerah Protektorat Prancis tahun 1863. Tahun 1884 Norondom dipaksa menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan kepada Prancis dan pemerintahan dalam negeri seluruhya berada di tangan Prancis dan Kamboja pun menjadi daerah koloni Prancis dan Kamboja ditelantarkan oleh Prancis karena ada Daerah lain yang subur dan kaya yakni Viaetnam. Tidak ada pembangunan industri dan pertanian dibiarkan seperti semula.

Prancis di Vietnam
Masa pemerintahan Ngu Yen Anh terjadinya hubungan yang baik terhadap Prancis dibidang perdangan dan penyebaran agama Katolik, bahkan Prancis mendapatkan hak istimewa dalam perdagangan. Tapi Prancis kecewa dengan pengganti Gia Long yang tidak toleran dan membenci Prancis. Dan pada masa Kaisar Minh Mang penggati Gia Long (1829-1841) pengaruh barat mulai dikurangi, hubungan dagang antara Vietnam dan Prancis putus, Konsul Prancis dikeluarkan dari Hue dan misionaris Katolik dikejar-kejar. Dan Masa Tu duc (1848-1883) Misionaris Katolik bukan saja dikejar tapi juga dibunuh dengan alasan melindungi warga negaranya. Hal ini membuat terjadinya peperangan antara Prancis dengan Vietnam (1858-1883) dengan kekalahan Vietnam dan Vietnam terpaksa menadatangani perjanjian Saigon (1862) dan perjanjian Hue (1883) yang mengakui Vietnam dibawah kekuasaan Prancis. Dengan meninggalnya Tu Duc (1883), maka tahun 1887 Vietnam menjadi milik Prancis. Dalam menguasai Vietnam Prancis melaksanakan “politik asimilasi” dengan menghilangkan kebudayaan Vietnam dan orang Vietnam harus menjadi orang Prancis. Salah satu cara yang digunakannya adalah dengan memberi pendidikan dari Sekolah dasar sampai perguruan tinggi (1907 berdirilah Universitas Hanoi oleh Paul Beau) sehingga muncullah kaum terpelajar. Bidang ekonomi Prancis mengeksplotisir kekayaan alam Vietnam untuk kepentingan Prancis, memonopoli perdagangan dan pajak yang tinggi. Hal ini menimbulkan kebencian orang Vietnam terhadap Prancis.

Prancis di Laos
Pada tahun 1893 sewaktu Prancis mecari tanah jajahan baru di Indochina, mendepak orang Siam dari Laos dan menjadi Laos daerah Protektorat Prancis. Keluarga penguasa Luang Prabang dijadikan Kerajaan dan Prancis memerintah secara tidak langsung melalui Raja Luang Prabag.

Bangsa Inggris
Inggris di Malaysia
Inggris datang Ke Malaysia dimulai dengan penyewaan Pulau Pinang tahun 1786 pada Sultan Abdullah (Raja Keadah). Disaat terjadinya Revolusi Prancis dan Perang Napoleon di Eropa terjadi perubahan, dimana tentara Napoleon menduduki Belanda dan seluruh jajahan Belanda di Asia Tenggara menjadi milik Prancis. Pada 28 Januari, Raffles dan Farqurah mendarat di Singapura dan mendapatkan pulau ini tahun 1819 melalui perjajian dengan Sultan Johor, tapi Belanda tidak menyetujuai pendudukan Singapura oleh Inggris, akhirnya persoalan ini diselesaikan dalam Treaty of London (17 Maret 1824), dimana Belanda menyerahkan Malaka dan Singapura pada Inggris, sedangkan Bengkulu yang dikuasai oleh Inggris di berikan pada Belanda. Singapura yang mulai berkembang muncul sebagai pelabuhan yang ramai dan menjadi urat nadi perdagangan di Asia. Tahun 1826 Pulau Pinang, Malaka dan Singapura disatukan Inggris dalam satu wilayah kekuasaannya yang disebut Straits Settlements (Wilayah pemukiman selat Malaka) yang berpusat di pulau Pinang, kemudian dipindahkan ke Singapura tahun 1832. Wilayah kekuasaan Ingris ini menjalankan pemerintah secara langsung dan daerah ini merupakan basis Inggris untuk meluaskan daerah kekuasaannya ke pedalaman. Inggris berusaha memperluas daerah kekuasaannya menanamkan pengaruhnya di Malaya secara perlahan dan bertahap agar tidak timbul perlawanan Sultan-sultan Malaya, dimana Sultan akan menerima Residen Inggris sebagai Penasehat dalam pemerintah dan semua urusan administrasi dan keuangan harus dijalankan menurut nasehat Residen selain urusan dapat dan agama. Perjanjian pangkor menujukkan perubahan politik secara langsung atau tidak langsung mengurangi kekuasaan Sultan sebagai kepala Negara dan Inggris telah mengambil ahli kewajiban-kewajiban politik dari Sultan dan Bangsawan Melayu, dimana urusan adapt dan agama di serahkan seluruhnya pada Sultan.

Inggris di Singapura
Pada tahun 1832 Singapura yang menjadi Pusat Straits Settlements dan setelah PD II dibubarkan, setelah Inggris kembali ke Malaya. Dan didirikannya Malaya Union (1946), singapura dikeluarkan dari Semenanjung Tanah Melayu sehingga menjadi koloni sendiri di bawah Gubernur.

Inggris di Brunei Darusslam
Tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan Inggris untuk memajukan hubungan dagang dan kerjasama dalam menumpas bajak laut. Hal ini merupakan langkah awal Inggris menguasai Brunei. Tahun 1888 Brunei menjadi daerah Protektorat (Perlindungan) Inggris dan tahun 1906 di tempatkan residen disana. Perekenomian di Brunei ini menghasilakan keuntungan yang besar bagi Inggris terutama hasil dari minyak di Brunei. Setelah PD II Inggris kembali ke Brunei dan Inggris pun memberikan otonomi yang luas pada Brunei dimana semua urusan dalam negeri dikuasai oleh Sultan dan luar negeri Inggris yang bertanggung jawab. Pos residen dihapuskan dan seorang komisaris tinggi diangkat yang bertanggung jawab mengenai hubungan antara Inggris dan Brunei.

Inggris di Myanmar
Pada masa imperium Inggris di India mengalami perkembangan, waktu itulah pasukan Birma menyerang kedudukan dan daerah-daerah kekuasaan Inggris di derah sebelah barat Assam. Hal ini menimbulkan peperangan antara Inggris dengan Birma dan Birma pun dikalahkan oleh Inggris tahun 1885 dan menduduki Mandalay ibukota Kerajaan Birma setelah Birma dikuasai maka Inggris menggabungkan Myanmar dengan India, sehingga pemerintahan di Myanmar disamakan dengan India apapun perubahan yang terjadi di India di ikuti dengan perubahan yang sama di Birma. Tahun 1930 sistem pemerintahan ”dyarchy” yaitu pemerintahan yang dilaksanakan secara bersama oleh dua penguasa diperkenalkan di Birma, sehingga Myanmar akan berstatus sebagai provinsi dibawah Gubernur yang dibantu oleh dewan eksekutif, hal ini merupakan langkah awal menuju pemerintahan sendiri. Tahun 1928 Komisi Simon meninjau perubahan ini dan memilih pemesihan Myanmar dari India. Pemisahan ini menghasilkan undang-undang pemrintahan Myanmar tahun 1935 dan Birma langsung diperintah oleh raja Inggris melalui kemetrian Myanmar di London. Perubahan konstitusi jua dilakukan Gubernur hanya bertanggung jawab dengan urusan luar negeri, pertahanan, politik dan moneter sedangkan masalah-masalah lain harus minta nasehat pada para mentri yang bertanggung jawab pada dsewan legislatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar