Identitas
Buku
Judul
buku : Asia Tenggara dalam Kurun
Niaga 1450-1680
Pengarang : Anthony Reid
Penerbit : Yayaan Pustaka Obor Indonesia,
Jakarta
Tahun
terbit : 2014
Tebal
buku : 322 halaman
Isi Resensi
Dalam karya A Reid ini, diperlihatkan perbedaan di tiap-tiap
masyarakat, namun kesan mengenai persatuan kawasan Asia Tenggara ini terasa
lebih menonjol. Secara geografis misalnya, A Reid berpendapat bahwa tidak ada
suatu kawasan geografis yang sangat berbeda dari kawasan-kawasan lainnya. Terdapat
banyak hubungan dagang antardaerah di kawasan tersebut, walaupun terdapat
berbagai suku bangsa dan bahasa, terdapat pula banyak persamaan. Ini disebabkan
kesatuan geografis dan juga iklim yang tentunya akan mempengaruhi flora dan
faunanya. Unsur bahan makanan misalnya, didominasi oleh beras dan ikan, sangat
sedikit dari hewan ternak dan susu. Sementara itu, kebiasaan makan sirih
(beetlenut) juga terlihat agak umum.
Pengaruh dataran rendah di Asia Tenggara terhadap kemunculan
kerajaan-kerajaan agraris dengan peradaban kraton mereka yang diungkapkan melalui
monumen-monumen istana dan religi seperti Prambanan, Borobudur, Panatarao,
Ayuthia, Pagan, Ava, Angkor, Trowulan dan lain-lain. Di Indonesia misalnya,
peradaban kraton dengan bangunan megah ini tentu bukan karena manusia-manusia
di daerah tersebut sangat jenius tetapi karena pengaruh geografi dataran rendah
yang subur menyebabkan produksi beras dalam jumlah besar. Hal ini memungkinkan
masyarakat petani mengerjakan bangunan-bangunan tersebut. Disamping itu, petani
memiliki banyak waktu luang untuk kerja bakti membangun bangunan. Berbeda
dengan masyarakat pelaut, pedagang dan orang kota di pantai yang setiap harinya
dipenuhi dengan bekerja.
Kesatuan Kawasan (Demografi) dalam Kurun Niaga (1450-1680), menurut
A Reid interaksi Asia Tenggara dengan daerah di luar kawasan sangat sedikit,
meskipun pengaruh kebudayaan Cina dan India datang melalui perdagangan, kecuali
Vietnam Utara yang pernah ditaklukkan oleh Cina dan merupakan daerah perbatasan Asia Tenggara dengan Cina.
Sebaliknya, interaksi dagang di antara mereka
berdagang secara damai dan saling melengkapi kebutuhan masing-masing. Bahasa
Melayu menjadi bahasa perantara (lingua franca). Aspek lain yang menarik soal
demografi (kependudukan) dan pemukiman kota dan desa (urban dan rural) hampir
seluruh daerah Asia Tenggara sangat sedikit penduduknya, sebagian lahan berupa
hutan tropik atau rawa-rawa. Dan ternyata jumlah penduduk dapat diartikan sebagai
jumlah pengikut, dan ini merupakan ukuran dan obesi bagi kerajaan-kerajaan yang
ada.
Kualitas
Hidup: Konsumsi dan Bahan Makanan
Dilihat dari sudut kesehatan, pemakaian kalori dan unsur-unsur
bahan makanan masyarakat Asia Tenggara sebelum abad ke-19 lebih sehat
dibandingkan dengan masyarakat Eropa. Secara fisik, tidak dapat dibandingkan
dengan keduanya. Di Asia Tenggara, beras merupakan bahan makanan utama
masyarakatnya dan bahan tersebut diperoleh dengan menggunakan teknologi yang
agak primitif (sederhana). Bahan lauknya adalah ikan, ikan tawar, maupun ikan
laut dan ini lebih penting dibandingkan dengan daging hewan seperti sapi, ayam,
itik atau burung-burung yang lain. Sepertinya ikan tersebar di berbagai tempat
dengan dapat dinikmati oleh orang kaya maupun orang miskin, priyayi atau rakyat
jelata. Para peninjau asing yang berkunjung ke Asia Tenggara lebih terkesan
dengan ragamnya buah-buahan dibandingkan sayur-sayuran.
Kebudayaan Material, orang-orang Asia Tenggara juga mementingkan keindahan
badan, seperti menghitamkan gigi, memakai minyak wangi, menata rambut yang
panjang, untuk laki-laki maupun perempuan. Perubahan kebiasaan rambut panjang
bagi laki-laki mungkin disebabkan oleh pengaruh agama. Melihat masalah kebersihan,
umum di Asia Tenggara yang dibarengi dengan upacara pembersihan tempat-tempat
tertentu setiap tahunnya seperti untuk mengusir setan-setan atau
penyakit-penyakit. Sebagaimana keindahan badan, maka hal yang sama berlaku pada
pakaian. Mulai dari sulaman-sulaman, emas atau permata yang ditenun di atas
kain tekstil. Kemudian berbagai macam perhiasan seperti emas, perak dan batu
berharga lainnya, juga dipakai sebagai penghias oleh perempuan maupun
laki-laki.
Peperangan Asia Tenggara, peperangan di Asia Tenggara pada dasarnya
bukan untuk memperluas wilayah atau teritori tertentu. Kerajaan-kerajaan
tradisional di Asia Tenggara tidak memiliki alat-alat seperti tentara yang
profesional untuk menduduki suatu wilayah kemudian mengeksploitasinya untuk
kepentingan daerah induk. Kota-kota kraton atau kota lainnya yang diserang
biasanya tidak mempertahankannya secara sungguh-sungguh. Penduduk lebih memilih
lari daripada tertangkap dan dijadikan budak. Mereka umumnya mengasingkan diri
ke bukit atau hutan sampai musuh meninggalkan tempat tersebut.
Hubungan Antarseksual, dalam hal ini masyarakat Asia Tenggara
ternyata lebih reatif daripada masyarakat lain seperti India, Cina, Eropa dan
Timr Tengah. Perbedaan yang terlihat adalah dalam hubungan laki-laki dan
perempuan di masyarakat. Ternyata kedudukan wanita agak otonom dan memiliki
peran ekonomis yang penting. Mereka juga bekerja seperti menanam dan memanen
padi, menenun, pergi ke pasar dan lain-lain. Kedudukan mereka lebih tinggi
karena mungkin peran reproduktif (melahirkan anak) menyebabkan mereka memiliki
kedudukan yang sakral (magis). Di Asia Tenggara, uang-kawin langsung diberikan
kepada pengantin wanita bukan kepada orangtuanya dan menantu laki-laki sendiri
tinggal di rumah mertua. A Reid sendiri juga memperlihatkan berbagai contoh
tentang kedudukan wanita sebagai usahawan besar. Di Jawa, Ratu Kalinyamat dari
Kudus merupakan wanita pedagang yang terkenal dan terbesar pada masanya (abad
ke-16).
Homo Ludens, manusia Asia Tenggara merupakan Homo Ludens yakni,
manusia yang bermain- main. Terlihat dari bagaimana masyarakat melakukan pesta
dan menggunakan waktu santai. Makanan dan klim yang mendukung memberikan waktu
bagi masyarakat untuk itu. Negara Asia Tenggara digambarkan sebagai
Theatre-State, negara panggung. Istilah yang dipakai Clifford Geertz.
Kelebihan
1.
Dalam
karyanya, A Reid menggunakan metode pendekatan yang dikenal sebagai “total
history” (sejarah total), sejarah peradaban yang meliputi semua aspek,
diantaranya, geografi, demografi, pekerjaan, pesta rakyat dan kerajaan,
perumahan, material culture, makanan, seks, kedudukan wanita dengan laki-laki
dan lainnya yang sejenis. A Reid tidak menyinggung unsur politik di dalamnya.
2.
Kebehasilan
A Reid yang berani berkarya dengan mengangkat Asia Tenggara yang notabenenya
merupakan pinggiran dari peradaban besar seperti, India, Cina dan Jepang dan
tidak seperti Mediteranian yang merupakan pusat bagi dunia Barat patut
dikagumi.
3.
Karya
A Reid ini menerangkan lebih lanjut tentang kedudukan atau posisi Asia Tenggara
yang tidak kecil dalam percaturan di dunia dalam hal perdagangan. Seperti yang
kita tahu, kepulauan rempah-rempah (Maluku) terletak di Asia Tenggara
(Indonesia) dan tempat ini justru menjadi sasaran pelayaran dari Barat (Portugis,
Spanyol, Inggris, Belanda dan lain-lain), dan melalui ekpansi Barat ke Asia, maka
terjadilah imperialisme Barat serta menyatunya dunia.
Kekurangan
1.
Dalam
karya ini, A Reid tidak dapat menghilangkan kesan bahwa ia terlalu banyak
menekankan pada kesatuan kawasan Asia Tenggara. Hingga menghasilkan suatu
lukisan batik masa kini yang sifatnya datar.
2.
Ada satu
gejala yang tidak disinggung A Reid yaitu
soal-soal yang non-formal seperti banditisme, perompak laut, sekte-sekte agama,
para guru agama dan dukun, gerakan-gerakan mesianis dan lain-lain yang sejenis.
Jelas yang tersebut sangat kaya di kawasan Asia Tenggara. Namun hal itu kurang
terentuh oleh A Reid.
Perbandingan
Buku karya A Reid ini lebih santai
dalam penyampaiannya dan jelas dalam penggambarannya dengan mengmbil
bidang-bidang atau aspek yang jarang dilirik oleh penulis sejarah yang lain
membuat suatu ketertarikan tersendiri bagi pembaca untuk membaca. Dan membangun
rasa ingin tahu karena di dalamnya banyak hal yang tidak ada dalam karya
penulis lain terdahulu yang umumnya lebih fokus dengan apek politik atau bidang
agama dalam penulisan kajiannya. Berbeda dengan buku Sejarah Asia Tenggara oleh
D.G.E. Hall yang tebalnya mencapai 864 halaman, melihatnya saja sudah penuh
dengan kata-kata. Tentunya dengan buku setebal itu lebih banyak informasi di
dalamnya. Buku D.G.E. Hall ini lebih cenderung menggambarkan Asia Tenggara yang
berhubungan dengan perkembangan di Eropa. Jadi sejarah di Eropa memiliki
hubungan langsung dengan Asia Tenggara dan memiliki banyak pengaruh di
dalamnya. Apa yang terjadi di Eropa berimbas juga pada Asia Tenggara. Dapat
kita ketahui, tiap buku memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing.
Namun, dengan adanya kekurangan yang tetap ada pada setiap karya tidak akan
menjadikan kita menutup mata hingga mencari buku referensi dengan karya yang
sempurna. Tetapi dengan adanya kekurangan, dapat menjadikan kita lebih semangat
untuk melengkapi kekurangan itu hingga tercipta suatu kolaborasi antara penulis
dengan kita. Jadi, kekurangan dalam karya bukan menjadi hambatan dalam
berkarya.
Sumber
referensi:
1.
Anthony
Reid-Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680-Jakarta-Yayasan Pustaka Obor
Indonesia-2014
2.
D.G.E.
Hall-Sejarah Asia Tenggara-Surabaya-Usaha Nasional-1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar