Halaman

Senin, 14 Oktober 2019

Resensi Buku Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680

Perkembangan Wilayah Asia Tenggara dalam Berbagai Bidang yang Dipengaruhi oleh Dunia Perdagangan

Identitas Buku
Judul buku      : Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680
Pengarang       : Anthony Reid
Penerbit           : Yayaan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta
Tahun terbit     : 2014
Tebal buku      : 322 halaman


Isi Resensi
Dalam karya A Reid ini, diperlihatkan perbedaan di tiap-tiap masyarakat, namun kesan mengenai persatuan kawasan Asia Tenggara ini terasa lebih menonjol. Secara geografis misalnya, A Reid berpendapat bahwa tidak ada suatu kawasan geografis yang sangat berbeda dari kawasan-kawasan lainnya. Terdapat banyak hubungan dagang antardaerah di kawasan tersebut, walaupun terdapat berbagai suku bangsa dan bahasa, terdapat pula banyak persamaan. Ini disebabkan kesatuan geografis dan juga iklim yang tentunya akan mempengaruhi flora dan faunanya. Unsur bahan makanan misalnya, didominasi oleh beras dan ikan, sangat sedikit dari hewan ternak dan susu. Sementara itu, kebiasaan makan sirih (beetlenut) juga terlihat agak umum.
Pengaruh dataran rendah di Asia Tenggara terhadap kemunculan kerajaan-kerajaan agraris dengan peradaban kraton mereka yang diungkapkan melalui monumen-monumen istana dan religi seperti Prambanan, Borobudur, Panatarao, Ayuthia, Pagan, Ava, Angkor, Trowulan dan lain-lain. Di Indonesia misalnya, peradaban kraton dengan bangunan megah ini tentu bukan karena manusia-manusia di daerah tersebut sangat jenius tetapi karena pengaruh geografi dataran rendah yang subur menyebabkan produksi beras dalam jumlah besar. Hal ini memungkinkan masyarakat petani mengerjakan bangunan-bangunan tersebut. Disamping itu, petani memiliki banyak waktu luang untuk kerja bakti membangun bangunan. Berbeda dengan masyarakat pelaut, pedagang dan orang kota di pantai yang setiap harinya dipenuhi dengan bekerja.
Kesatuan Kawasan (Demografi) dalam Kurun Niaga (1450-1680), menurut A Reid interaksi Asia Tenggara dengan daerah di luar kawasan sangat sedikit, meskipun pengaruh kebudayaan Cina dan India datang melalui perdagangan, kecuali Vietnam Utara yang pernah ditaklukkan oleh Cina dan merupakan  daerah perbatasan Asia Tenggara dengan Cina. Sebaliknya, interaksi dagang di antara mereka  berdagang secara damai dan saling melengkapi kebutuhan masing-masing. Bahasa Melayu menjadi bahasa perantara (lingua franca). Aspek lain yang menarik soal demografi (kependudukan) dan pemukiman kota dan desa (urban dan rural) hampir seluruh daerah Asia Tenggara sangat sedikit penduduknya, sebagian lahan berupa hutan tropik atau rawa-rawa. Dan ternyata jumlah penduduk dapat diartikan sebagai jumlah pengikut, dan ini merupakan ukuran dan obesi bagi kerajaan-kerajaan yang ada.
Kualitas Hidup: Konsumsi dan Bahan Makanan
Dilihat dari sudut kesehatan, pemakaian kalori dan unsur-unsur bahan makanan masyarakat Asia Tenggara sebelum abad ke-19 lebih sehat dibandingkan dengan masyarakat Eropa. Secara fisik, tidak dapat dibandingkan dengan keduanya. Di Asia Tenggara, beras merupakan bahan makanan utama masyarakatnya dan bahan tersebut diperoleh dengan menggunakan teknologi yang agak primitif (sederhana). Bahan lauknya adalah ikan, ikan tawar, maupun ikan laut dan ini lebih penting dibandingkan dengan daging hewan seperti sapi, ayam, itik atau burung-burung yang lain. Sepertinya ikan tersebar di berbagai tempat dengan dapat dinikmati oleh orang kaya maupun orang miskin, priyayi atau rakyat jelata. Para peninjau asing yang berkunjung ke Asia Tenggara lebih terkesan dengan ragamnya buah-buahan dibandingkan sayur-sayuran.
Kebudayaan Material, orang-orang Asia Tenggara juga mementingkan keindahan badan, seperti menghitamkan gigi, memakai minyak wangi, menata rambut yang panjang, untuk laki-laki maupun perempuan. Perubahan kebiasaan rambut panjang bagi laki-laki mungkin disebabkan oleh pengaruh agama. Melihat masalah kebersihan, umum di Asia Tenggara yang dibarengi dengan upacara pembersihan tempat-tempat tertentu setiap tahunnya seperti untuk mengusir setan-setan atau penyakit-penyakit. Sebagaimana keindahan badan, maka hal yang sama berlaku pada pakaian. Mulai dari sulaman-sulaman, emas atau permata yang ditenun di atas kain tekstil. Kemudian berbagai macam perhiasan seperti emas, perak dan batu berharga lainnya, juga dipakai sebagai penghias oleh perempuan maupun laki-laki.
Peperangan Asia Tenggara, peperangan di Asia Tenggara pada dasarnya bukan untuk memperluas wilayah atau teritori tertentu. Kerajaan-kerajaan tradisional di Asia Tenggara tidak memiliki alat-alat seperti tentara yang profesional untuk menduduki suatu wilayah kemudian mengeksploitasinya untuk kepentingan daerah induk. Kota-kota kraton atau kota lainnya yang diserang biasanya tidak mempertahankannya secara sungguh-sungguh. Penduduk lebih memilih lari daripada tertangkap dan dijadikan budak. Mereka umumnya mengasingkan diri ke bukit atau hutan sampai musuh meninggalkan tempat tersebut.
Hubungan Antarseksual, dalam hal ini masyarakat Asia Tenggara ternyata lebih reatif daripada masyarakat lain seperti India, Cina, Eropa dan Timr Tengah. Perbedaan yang terlihat adalah dalam hubungan laki-laki dan perempuan di masyarakat. Ternyata kedudukan wanita agak otonom dan memiliki peran ekonomis yang penting. Mereka juga bekerja seperti menanam dan memanen padi, menenun, pergi ke pasar dan lain-lain. Kedudukan mereka lebih tinggi karena mungkin peran reproduktif (melahirkan anak) menyebabkan mereka memiliki kedudukan yang sakral (magis). Di Asia Tenggara, uang-kawin langsung diberikan kepada pengantin wanita bukan kepada orangtuanya dan menantu laki-laki sendiri tinggal di rumah mertua. A Reid sendiri juga memperlihatkan berbagai contoh tentang kedudukan wanita sebagai usahawan besar. Di Jawa, Ratu Kalinyamat dari Kudus merupakan wanita pedagang yang terkenal dan terbesar pada masanya (abad ke-16).
Homo Ludens, manusia Asia Tenggara merupakan Homo Ludens yakni, manusia yang bermain- main. Terlihat dari bagaimana masyarakat melakukan pesta dan menggunakan waktu santai. Makanan dan klim yang mendukung memberikan waktu bagi masyarakat untuk itu. Negara Asia Tenggara digambarkan sebagai Theatre-State, negara panggung. Istilah yang dipakai Clifford Geertz.

Kelebihan
1.      Dalam karyanya, A Reid menggunakan metode pendekatan yang dikenal sebagai “total history” (sejarah total), sejarah peradaban yang meliputi semua aspek, diantaranya, geografi, demografi, pekerjaan, pesta rakyat dan kerajaan, perumahan, material culture, makanan, seks, kedudukan wanita dengan laki-laki dan lainnya yang sejenis. A Reid tidak menyinggung unsur politik di dalamnya.
2.      Kebehasilan A Reid yang berani berkarya dengan mengangkat Asia Tenggara yang notabenenya merupakan pinggiran dari peradaban besar seperti, India, Cina dan Jepang dan tidak seperti Mediteranian yang merupakan pusat bagi dunia Barat patut dikagumi.
3.      Karya A Reid ini menerangkan lebih lanjut tentang kedudukan atau posisi Asia Tenggara yang tidak kecil dalam percaturan di dunia dalam hal perdagangan. Seperti yang kita tahu, kepulauan rempah-rempah (Maluku) terletak di Asia Tenggara (Indonesia) dan tempat ini justru menjadi sasaran pelayaran dari Barat (Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda dan lain-lain), dan melalui ekpansi Barat ke Asia, maka terjadilah imperialisme Barat serta menyatunya dunia.

Kekurangan
1.      Dalam karya ini, A Reid tidak dapat menghilangkan kesan bahwa ia terlalu banyak menekankan pada kesatuan kawasan Asia Tenggara. Hingga menghasilkan suatu lukisan batik masa kini yang sifatnya datar.
2.      Ada satu gejala yang tidak disinggung A Reid  yaitu soal-soal yang non-formal seperti banditisme, perompak laut, sekte-sekte agama, para guru agama dan dukun, gerakan-gerakan mesianis dan lain-lain yang sejenis. Jelas yang tersebut sangat kaya di kawasan Asia Tenggara. Namun hal itu kurang terentuh oleh A Reid.

Perbandingan
            Buku karya A Reid ini lebih santai dalam penyampaiannya dan jelas dalam penggambarannya dengan mengmbil bidang-bidang atau aspek yang jarang dilirik oleh penulis sejarah yang lain membuat suatu ketertarikan tersendiri bagi pembaca untuk membaca. Dan membangun rasa ingin tahu karena di dalamnya banyak hal yang tidak ada dalam karya penulis lain terdahulu yang umumnya lebih fokus dengan apek politik atau bidang agama dalam penulisan kajiannya. Berbeda dengan buku Sejarah Asia Tenggara oleh D.G.E. Hall yang tebalnya mencapai 864 halaman, melihatnya saja sudah penuh dengan kata-kata. Tentunya dengan buku setebal itu lebih banyak informasi di dalamnya. Buku D.G.E. Hall ini lebih cenderung menggambarkan Asia Tenggara yang berhubungan dengan perkembangan di Eropa. Jadi sejarah di Eropa memiliki hubungan langsung dengan Asia Tenggara dan memiliki banyak pengaruh di dalamnya. Apa yang terjadi di Eropa berimbas juga pada Asia Tenggara. Dapat kita ketahui, tiap buku memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Namun, dengan adanya kekurangan yang tetap ada pada setiap karya tidak akan menjadikan kita menutup mata hingga mencari buku referensi dengan karya yang sempurna. Tetapi dengan adanya kekurangan, dapat menjadikan kita lebih semangat untuk melengkapi kekurangan itu hingga tercipta suatu kolaborasi antara penulis dengan kita. Jadi, kekurangan dalam karya bukan menjadi hambatan dalam berkarya.

Sumber referensi:
1.      Anthony Reid-Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680-Jakarta-Yayasan Pustaka Obor Indonesia-2014
2.      D.G.E. Hall-Sejarah Asia Tenggara-Surabaya-Usaha Nasional-1988

Tidak ada komentar:

Posting Komentar