1.
Kedekatan
emosional
Disini,
Kuntowijoyo menjelaskan bahwa
pemilihan topik dapat ditemukan dengan cara kedekatan emosional. Yaitu tentang
emosional kita dalam mengambil sebuah topik. Ketika kita membicarakan sesuatu
tentang sejarah masa lalu maka akan timbul suatu emosi. Entah itu berupa rasa
takut, rasa senang, merasakan kebebasan, kesedihan dan emosi lain yang
ditimbulkan. Dari situ dapat kita rasakan berbagai emosi dalam sejarah. Kemudian
kita dapat menemukan emosi yang cocok dengan diri kita. Sehingga kita senang
dengan topik yang kita pilih. Dengan demikian, untuk selanjutnya kita akan
senang juga dengan kisah sejarah yang ada di dalam topik yang kita pilih.
2.
Kedekatan
intelektual
Selain
dari kedekatan emosional yang dapat menemukan emosi yang cocok untuk kita, kita
juga dapat memilih topik dari pengetahuan yang kita miliki. Pengetahuan yang
sangat kita kuasai dan kita sukai. Sehingga kita bisa menemukan kisah sejarah
yang sangat kita minati. Dan memastikan bahwa sejarah yang kita kuasai kisahnya
ini tidak akan membuat kita bosan atau lelah untuk penelitiannya nanti. Karena
kita sudah menguasai materinya dan mengetahui kisahnya.
3.
Rencana
penelitian
Setelah
topik ditemukan, kemudian membuat rencana penelitian. Sebelum melangkah lebih
lanjut ke dalam tahap-tahap metode penelitian sejarah, kita harus memiliki
rencana penelitian terlebih dahulu. Tentang apa saja yang harus dilakukan
sebelum ke tahap penulisan penelitian sejarah.
Di
dalam rencana penelitian itu harus berisi:
1. Permasalahan
2. Hostoriografi
3. Sumber
sejarah
4. Garis
besar
1)
Permasalahan
Dalam
permasalahan harus ditemukan adanya masalah atau subject matter yang akan
diteliti. Berisi tentang mengapa perlu diteliti sejarahnya, maksud dan tujuan
penelitian, luasan dan batas penelitian dalam tempat dan waktu, serta teori dan
konsep yang dipakai.
2)
Historiografi
Perlu
dikemukakan sejarah penulisan dalam bidang yang akan diteliti (Kuntowijoyo-Pengantar Ilmu
Sejarah-2013-hal.72). sebelumnya kita akan melihat banyak referensi dari
banyak peneliti. Dengan review dari banyak penulisan sejarah dalam satu bidang
yang sama dengan yang kita tulis, kita dapat menyampaikan apa kekurangan
peneliti sebelumnya. Dan kita dapat juga menambahkan tentang apa yang masih
perlu diteliti.
3)
Sumber
sejarah
Sebelum
melakukan penelitian sejarah, kita harus tau sumber-sumbernya terlebih dahulu.
Kita harus tau sumber sejarah yang akan dicari, bagaimana mencari, dan dimana
mencari. Dalam pencarian sumber sejarah, kita dapat menemukan dengan dari
membaca dan sebagian melalui sumber lisan.
4)
Garis
besar
Di
dalam garis besar ini harus terdapat inti dari penelitian yang kita tulis.
Garis besar harus tampak jelas dalam penulisan penelitian sejarah. Lebih baik
garis besar terurai agar dengan mudah orang membaca. Menjadikannya lebih jelas
namun tetap tepat pada inti yang dibahas. Terkesan tidak bertele-tele namun
pasti pada penyampaiannya. Perlu diingat, garis besar dapat berubah dan
sementara dapat sangat berguna dalam proses penelitian.
Setelah
rencana penelitian kita rancang dengan matang, dan kita tau langkah apa yang
kita akan lakukan selanjutnya. Maka kita masuk ke tahap-tahap metode penelitian
sejarah. Proses untuk mengkaji dan menguji kebenaran rekaman dan peninggalan-peninggalan
masa lampau dan menganalisa secara kritis disebut metoda sejarah (Subagyo-Membangun Kesadaran
Sejarah-2013-hal.102).
Tahap-tahap metode penelitian
sejarah:
1. Heuristic:
yakni kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau.
2. Kritik
(sejarah): yakni menyelidiki apakah jejak-jejak itu sejati, baik bentuk maupun
isinya.
3. Interpretasi:
yakni menetapkan makna dan saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh
secara itu.
4. Penyajian:
yakni menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah.
Tahap
terakhir itulah yang sesungguhnya merupakan historiografi (Subagyo-Membangun Kesadaran Sejarah-2013-hal.103).
1.
Heuristic:
Pengumpulan Sumber
Sumber
(sumber sejarah disebut juga dengan data sejarah; data-dari Bahasa Inggris datum (bentuk tunggal) atau data (bentuk jamak); Bahasa Latin datum berarti “pemberian”) yang
dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijoyo-Pengantar Ilmu Sejarah-
2013-Hal. 73). Sumber itu sendiri menurut bahannya dibagi menjadi 2, yaitu:
tertulis dan tidak tertulis. Selain itu, sumber juga dapat berupa angka-angka
kuantitatif. Kemudian ada juga sumber lisan yang memang benar adanya sehingga
kita harus mencari sumber secara lisan.
a)
Dokumen
tertulis
Dokumen (dari Bahasa
Latin docere yang berarti “mengajar”)
tertulis dapat berupa surat-surat, notulen rapat, kontrak kerja, bon-bon dan
sebagainya (Kuntowijoyo-Pengantar Ilmu
Sejarah- 2013-Hal.74). dokumen dapat kita temukan di kantor, kantor dinas,
kantor ormas, atau di perusahaan. Namun, yang kita takutkan jika dokumen
tertulis sudah tidak ada, kita hanya bias bergantung pada artifact, sumber
lisan dan sumber kuantitatif.
b)
Artifact
atau sumber tidak tertulis
Artifact dapat berupa
foto-foto, bangunan tempat sejarah itu terjadi, atau alat-alat. Yang masih
besar kemungkinan adanya adalah bangunan. Karena bangunan yang lebih awet dan
tahan lama selama bertahun-tahun. Sebisa mungkin kita harus menemukan bangunan
yang asli. Karena kita menduga sudah ada banyak bangunan yang baru setelah itu
karena dibangun oleh setiap generasi atau bias jadi juga itu merupakan hasil
dari renovasi. Perubahan pasti terjadi pada bangunan. Karena kita tidak dapat
memaksa adanya perubahan pada dunia.
c)
Sumber
lisan
Sebelum kita banyak
bertanya mengenai banyak hal, sudah tentu kita telah banyak membaca. Ada dua
syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan interview atau wawancara. Yaitu:
1. Harus
menguasai sungguh-sungguh pengoperasian tape recorder (Kuntowijoyo-Pengantar Ilmu Sejarah- 2013-Hal.75). Dalam wawancara
kita pasti memerlukan alat perekam. Untuk itu kita harus menguasai betul
bagaimana cara mengoperasikan alat perekam tersebut. Dari menyalakan tombol
mulai merekam hinggal mematikannya kembali. Kita harus tau dan harus bisa
bagaimana cara menguasai dan mengoperasikannya.
2.
Belajarlah banyak-banyak akan
membuat kita percaya diri (Kuntowijoyo-Pengantar
Ilmu Sejarah- 2013-Hal.75). Dengan menguasai semua materi atau bahan
pertanyaan yang akan ditanyakan nantinya, akan membuat kita lebih bisa
berekspresi dan tidak malu untuk lebih banyak mengajukan pertanyaan yang masih
dalam konteks tema.penguasaan materi dalam konteks pertanyaan juga membuat kita
lebih percaya diri pastinya.
d)
Sumber
kuantitatif
Untuk mengetahui perkembangan
kekayaan antargenerasi, sumbangan kepada lingkungan social, keagamaan, politik,
pendidikan, kebudayaan dan sebagainya perlu diketahui angka-angka itu (Subagyo-Membangun Kesadaran
Sejarah-2013-hal.106). Misal angka tetang tahun, jumlah pendapatan, hasil
pertanian, masa kemakmuran rakyat dan lain-lain. Jadi terkadang, sumber kuantitatif
juga sangat dibutuhkan.
2.
Verifikasi
(Kritik Atau Analisis: Menilai Sumber)
Dalam
menyusun fakta suatu sejarah, kita menemuka suatu sumber misal dokumen.
Setiap sumber memiliki aspek ekstern dan
intern. Aspek eksternnya bersangkutan dengan keaslian sumber. Aspek internnya
berhubungan dengan persoalan apakah sumber tersebut memberikan informasi yang
saya butuhkan.
3.
Interpretasi
Atau Sintesis: Menafsirkan Keterangan Sumber-Sumber
Setelah
kita melakukan kritik sumber, kita telah mendapatkan banyak sekali informasi
mengenai suatu periode sejarah yang sedang kita pelajari. Berdasarkan
keterangan tersebut, kita dapat menyusun fakta sejarah yang telah kita buktikan
kebenarannya. Kumpulan fakta-fakta sejarah belum merupakan kisah sejarah (Subagyo-Membangun Kesadaran
Sejarah-2013-hal.109). Daftar fakta sejarah yang disusun secara kronologis
merupakan kronik dan belum merupakan kisah sejarah (Subagyo-Membangun Kesadaran Sejarah-2013-hal.109). Kita harus
dapat memilih di antara banyaknya fakta yang kita dapat dari perjalanan
penelitian kita mana yang relevan dan
dapat dimasukkan ke dalam kisah sejarah. Supaya tercipta karya sejarah yang
cocok dan sesuai dengan topik yang dibahas.
4.
Historiografi:
Penulisan Sejarah
Dengan
ini, kita telah sampai kepada klimaks penelitian sejarah yang dilakukan dan
sampai kepada bagian terakhir dari metode penelitian sejarah. Disinilah kemahiran
pengarang diuji. Disini kita dituntut untuk menggunakan bahasa yang baik dan
menghindari bahasa yang buruk. Supaya karya kita juga diakui keseniannya dalam
berbahasa. Karena kita telah mengakui bahwa sejarah adalah suatu seni meskipun
memiliki sifat-sifat ilmiah (Subagyo-Membangun
Kesadaran Sejarah-2013-hal.111)
Sumber
referensi:
1. Kuntowijoyo-Pengantar
Ilmu Sejarah-Yogyakarta-Penerbit Tiara Wacana-2013
2. Subagyo-Membangun
Kesadaran Sejarah-Semarang-Widya Karya-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar